Jumat, 25 Maret 2011

Fatwa Halal Transaksi Saham Keluar April

"Finalisasi pleno pada Maret ini. Kita tinggal menunggu finalisasi, bisa saja dalam hitungan pekan ini atau awal April, fatwa tersebut sudah didapatkan," ujar Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Muhammad Touriq, Jumat (25/3).

Menurut Touriq, Dewan Syariah Nasional (DSN) membolehkan mekanisme transaksi perdagangan bersifat ekuitas di bursa. Dalam mekanisme transaksi perdagangan itu sama saja, tetapi memang ada transaksi-transaksi yang dilarang seperti manipulasi dan "goreng" saham. "Kalau mekanismenya sama saja tetapi lebih dielaborasikan transaksi-transaksi dilarang," kata Touriq.

Touriq menambahkan, mekanisme transaksi perdagangan di bursa mendapatkan fatwa dari DSN maka memberikan dampak positif bagi peningkatan jumlah investor. "Setidaknya ada rasa nyaman bertransaksi di bursa. Investor prepare syariah pun tidak ragu lagi," tutur Touriq.

Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari menuturkan, dengan ada fatwa baru maka meyakinkan investor kalau transaksi saham bukan judi. Selain itu, fatwa ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor di pasar modal.

Seperti diketahui, fatwa mekanisme transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah diajukan perseroan pada akhir Januari lalu.

Rabu, 23 Maret 2011

Presiden SBY dan Ahmadiyah



 

Oleh: Dr. Adian Husaini
Mirza Ghulam Ahmad, nabi-nya, kaum Ahmadiyah, pernah menebar ancaman kepada orang-orang yang menentang dan tidak mengimaninya sebagai nabi, utusan Allah. Tahun 1993, Jemaat Ahmadiyah Cabang Bandung, menerbitkan sebuah buku berjudul "Memperbaiki Suatu Kesalahan" (Eik Ghalthi Ka Izalah), karya asli Mirza Ghulam Ahmad yang dialihbahasakan oleh H.S. Yahya Pontoh.
Di dalam buku ini, Mirza Ghulam Ahmad (MGA) menegaskan:

“Aku bersumpah dengan nama Tuhan yang telah mengutusku – dan bersumpah dusta atas nama-Nya adalah suatu perbuatan yang terkutuk – bahwa Dia lah Yang telah menjadikan dan mengutus aku sebagai Masih Mau’ud. Sebagaimana aku yakin dan percaya kepada segala ayat Al-Qur’an Suci, begitu pulalah dengan tidak membedakan sedikit jua pun, aku yakin dan percaya kepada wahyu-wahyu Allah Taala yang terang-benderang yang tela diwahyukan kepadaku , yang cukup jelas kepadaku kebenarannya yang dengan perantaraan tanda-tanda-Nya yang mutawatir.
Dengan berdiri di sisi Baitullah aku bersumpah, bahwa wahyu-wahyu suci diturunkan kepadaku adalah semuanya firman Tuhan Yang dahulu pernah menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. dan kepada yang mulia Muhammad Musthafa saw. Bumi juga telah menjadi saksi bagiku, demikian pun langit. Bahkan langit mengatakan bahwa aku ini Khalifatullah, demikian juga bumi; tetapi sebagai telah dikatakan dalam khabar-khabar ghaib, aku tentu akan ditolak oleh manusia. Orang-orang yang hatinya tertutup tentu tidak akan menerima aku.
Tetapi aku tahu dan yakin, bahwa Allah Taala sesungguhnya akan menolong aku, sebagaimana dahulu kala Dia menolong rasul-rasul-Nya. Seorang pun tiada yang akan dapat melawan aku, sebab pertolongan Allah tiada bersama mereka.” (hal. 13-14).

Simaklah kata-kata MGA yang begitu tegas: “Seorang pun tiada yang akan dapat melawan aku, sebab pertolongan Allah tiada bersama mereka.”

Jadi, katanya, tidak yang akan dapat melawan Mirza Ghulam Ahmad! Orang yang menolak klaim “kenabiannya” dia katakan hanya karena kebodohan saja. “Jika ada orang yang marah, karena wahyu kepadaku ada yang menerangkan bahwa aku ini nabi dan rasul, maka dalam hal ini menunjukkan kebodohannya sendiri.” (hal. 15).

Untuk meyakinkan orang lain, bahwa MGA adalah “nabi”, kaum Ahmadiyah maupun MGA sendiri, berulangkali menebarkan satu jenis ancaman, bahwa siapa yang tidak iman kepada MGA, orang itu akan binasa, celaka, tidak selamat, dan sebagainya.     

Tahun 1989, Yayasan Wisma Damai – sebuah penerbit buku Ahmadiyah –menerjemahkan buku berjudul Da’watul Amir: Surat Kepada Kebenaran, karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. Oleh pengikut Ahmadiyah, penulis buku ini diimani sebagai Khalifah Masih II/Imam Jemaat Ahmadiyah (1914-1965).  
Buku ini juga mengancam siapa saja yang tidak mau iman pada MGA dan memilih berada di luar Ahmadiyah:
”Kami sungguh mengharapkan kepada Anda agar tidak menangguh-nangguh waktu lagi untuk menyongsong dengan baik utusan Allah Ta’ala yang datang guna menzahirkan kebenaran Rasulullah saw. Sebab, menyambut baik kehendak Allah Taala dan beramal sesuai dengan rencana-Nya merupakan wahana untuk memperoleh banyak keberkatan. Kebalikannya, menentang kehendak-Nya sekali-kali tidak akan mendatangkan keberkatan.” (hal. 372).
Juga ditegaskan: ”Kami dengan bersungguh-sungguh mengatakan bahwa orang tidak dapat menjumpai Allah Ta’ala di luar Ahmadiyah.” (hal. 377).

Orang yang menolak kenabian MGA pun dicap sebagai musuh Islam: ”Jadi, sesudah Masih Mau’ud turun, orang yang tidak beriman kepada beliau akan berada di luar pengayoman Allah Taala. Barangsiapa yang menjadi penghalang di jalan Masih Mau’ud a.s, ia sebenarnya musuh Islam dan ia tidak menginginkan adanya Islam.” (hal. 374).

Untuk mendukung klaim kenabiannya, MGA menggunakan berbagai cara, termasuk mengaku menerima wahyu yang bunyi lafaznya sama persis dengan lafaz ayat-ayat tertentu dalam al-Quran. Misalnya, dalam buku Eik Ghalthi Ka Izalah, MGA mengaku mendapatkan wahyu yang bunyinya:  “Muhammadur Rasuulullah, walladziina ma’ahuu asyiddaa’u ‘alal kuffari ruhamaa’u bainahum.” (“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang sesama mukmin….”.)

Oleh MGA, ayat al-Quran itu diklaim sebagai wahyu yang juga diturunkan kepadanya. Ia menulis, dalam buku yang ditulisnya tahun 1901 tersebut:  “Dalam wahyu ini Allah s.w.t. menyebutkan namaku  “Muhammad” dan “Rasul”. (hal. 5).

Bahkan, MGA juga mengaku pernah mendapatkan wahyu yang bunyinya: Huwalladzii arsala Rasuulahuu bil-hudaa wa diinil haq liyudzhirahuu ‘alad-diini kullihi.”  Kumpulan wahyu ini dikumpulkan dalam buku Barahin Ahmadiyah. MGA menulis dalam buku tersebut: “Di dalam  wahyu ini nyata benar, bahwa aku dipanggil dengan nama Rasul.” (hal. 4).
Dalam buku Da’watul Amir, Ahmadiyah menceritakan nasib sejumlah orang termasuk Kepala Negara yang mencoba menghalang-halangi dan menghancurkan Ahmadiyah. Kepada Kepala Negara, diserukan agar masuk ke Jamaat Ahmadiyah:
“Jadi, tinggal di luar jemaat yang didirikan oleh Allah Taala merupakan keadaan yang sangat menakutkan, maka teristimewa pula para raja yang kepada mereka dipikulkan dua macam tanggung jawab, yakni, pertama mengenai diri mereka sendiri, dan kedua mengenai rakyat mereka… Oleh karena itu, andaikata Abda seorang pemimpin hendaklah Anda meniadakan rintangan yang menjadi halangan untuk masyarakat menerima Kebenaran, agar dosa mereka tidak ditimpakan kepada Anda.”
Menurut Ahmadiyah, jika para pemimpin tidak mau mengimani kenabian MGA, maka mereka akan berdosa dan menanggung dosa rakyatnya, sebagaimana isi surat Nabi Muhammad saw kepada Kaisar Roma: “Apabila Anda menolak, maka dosa-dosa rakyat pun akan dipikulkan atas pribadi Anda.”

Membaca buku-buku dan tulisan-tulisan MGA serta pengikutnya, tampak jelas, bahwa yang dilakukan Ahmadiyah sebenarnya sudah memenuhi unsur penodaan agama sebagaimana diatur dalam UU No. 1/PNPS/1965. Pasal 1 UU ini menyatakan: “setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum, menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.”

Kita tinggal menunggu ketegasan pemerintah untuk menegakkan hukum sebagaimana yang diatur dalam UU No 1/PNPS/1965. Pantas muncul pertanyaan, jika pemerintah berani menindak dengan tegas -- sesuai Undang-undang -- nabi-nabi palsu dan pengikutnya seperti Lie Eden dan Ahmad Mosadeq, kenapa sikap dan kebijakan yang sama tidak diterapkan untuk kelompok pengikut Nabi asal India ini?

Dalam tulisannya di Jurnal Islamia-Republika, (17/2/2011), Dr. Anis Malik Thoha memaparkan sejarah konflik Islam-Ahmadiyah di India-Pakistan, sehingga akhirnya pada tahun 1974 Ahmadiyah ditetapkan sebagai kelompok minoritas non-Muslim, sebagaimana ditetapkan dalam Konstitusi Pakistan: “non-Muslim” means a person who is not a Muslim and includes a person belonging to the Christian, Hindu, Sikh, Buddhist or Parsi community, a person of the Quadiani Group or the Lahori Group who call themselves ‘Ahmadis’ or by any other name or a Bahai, and a person belonging to any of the Scheduled Castes.
Berikut paparan Dr. Anis tentang sejarah kelompok Ahmadiyah dan respon umat Islam di India dan Pakiatan:

Sejak Mirza Ghulam Ahmad (1840-1908) menyebarkan ajarannya di India, hubungan umat Islam dan pengikut Ahmadiyah selalu diwarnai ketegangan. Bahkan, beberapa kali terjadi pertumpahan darah. Ahmadiyah, ibarat duri dan “fitnah” yang sepertinya sengaja ditanamkan dan dipelihara oleh pihak-pihak tertentu.

Menyadari dahsyatnya “fitnah” ini, para pemimpin dan tokoh Islam India telah lama mencoba sekuat tenaga, baik dengan pena maupun lisan, untuk meredamnya. Diantara mereka adalah Syeikh Muhammad Husein al-Battalawi, Maulana Muhammad Ali al-Monkiri (pendiri Nadwatul Ulama India), Syeikh Thana’ullah al-Amritsari, Syeikh Anwar Shah al-Kashmiri, dan Seyyed Ata’ullah al-Bukhari al-Amritsari. Tidak ketinggalan juga filosof dan penyair Muhammad Iqbal.

Tahun 1916, para ulama sudah mengeluarkan fatwa tentang “kekafiran kaum Ahmadiyah/Qadiyaniyyah”. Seluruh ulama, secara ijma’ dalam fatwa ini menyatakan bahwa pengikut Ahmadiyah/Qadiyaniyyah adalah kafir dan keluar dari agama Islam. Pada tahun 1926, kantor Ahlul Hadits di Amritsar juga mengeluarkan fatwa serupa dengan judul “Batalnya Nikah Dua Orang Mirzais” yang ditandatangani oleh ulama aliran/mazhab/kelompok/markazIslam di seluruh anak benua India (lihat: Mawqif al-Ummah al-Islamiyyah min al-Qadiyaniyyah. Multan: Majlis Tahaffuz Khatm al-Nubuwwah. 76-7).

Adapun Muhammad Iqbal, melalui goresan penanya menyeru pemerintahan kolonial Inggris di India untuk segera menghentikan “fitnah” ini dengan mendengarkan dan mengabulkan tuntutan-tuntutan kaum Muslimin India dalam kaitannya dengan gerakan dan/atau ajaran Ahmadiyah. Dalam salah satu risalahnya yang dikirimkan ke harian berbahasa Inggris terbesar di India, Statesman, edisi 10 Juni 1935, dia menyatakan: “Ahmadiyyah/Qadiyaniyyah adalah upaya sistematis untuk mendirikan golongan baru diatas dasar kenabian yang menandingi kenabian Muhammad (s.a.w.).”

Iqbal juga meminta pertanggung-jawaban pemerintah kolonial Inggris atas kejadian “fitnah” ini seraya memperingatkan jika pemerintahan tidak memperhatikan keadaan ini dan tidak menghargai perasaan kaum Muslimin dan dunia Islam, tapi malah membiarkan “fitnah” bebas leluasa, maka umat Islam yang merasa kesatuannya terancam bukan tidak mungkin akan terpaksa menggunakan kekuatan untuk membela-
diri (Mawqif, 88-9).

Namun sekali lagi, seruan para ulama itu diabaikan pemerintah Pakistan.  Umat Islam pun tak pernah surut dalam menentang Ahmadiyah.  Suasana panas mencapai puncaknya setelah sekelompok pengikut Ahmadiyah menyerang  pelajar sekolah negeri diatas kereta api yang melewati terminal Rabwah, kota suci kaum Ahmadiyyah,  dalam perjalanan mereka untuk liburan musim panas. 

Peristiwa ini  mengusik kesabaran umat Islam. Pada gilirannya umat Islam memaksa pemerintah untuk mengangkat masalah Ahmadiyah ini ke Majlis Nasional dan Dewan Perwakilan Rakyat. Maka dipanggillah Mirza Nasir Ahmad, pemegang pucuk pimpinan Ahmadiyah pada waktu itu (yang adalah cucu Mirza Ghulam Ahmad). Para ulama pun sudah berhasil meyusun dokumen yang menjelaskan sikap umat Islam terhadap Qadiyaniyah untuk diajukan ke persidangan Majlis Nasional, yang kemudian dibukukan dengan judul Mawqifal-Ummah al-Islamiyyah min al-Qadiyaniyyah (Sikap Umat Islam Terhadap Qadiyaniyyah).

Setelah mendengarkan keterangan dan sikap dari kedua pihak, Majlis Nasional pada 7 September 1974 memutuskan secara bulat untuk menerima dan menyetujui tuntutan-tuntutan umat Islam berkaitan dengan Ahmadiyah.  Keputusan ini disambut dengan suka-ria oleh umat Islam seluruh Pakistan. Tanggal 7 September 1974 dianggap sebagai hari kemenangan bersejarah bagi umat Islam.  Umat Islam hanya menuntut  hak-hak dasar mereka yang telah dirampas oleh pihak lain, dan tidak rela agama yang suci ini dikotori oleh siapa pun.
Demikian paparan Dr. Anis Malik Thoha, peneliti INSISTS dan pakar perbandingan agama dari International Islamic University Malaysia.

Berkaca dari kasus di Pakistan itu, seyogyanya pemerintah kita, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat mengambil pelajaran. Bukan kebijakan yang bijak untuk membiarkan satu kelompok yang jelas-jelas menodai agama Islam tetap eksis secara organisasi di Indonesia. Tentu Pak SBY tidak rela jika ada orang yang mengaku-aku  sebagai utusan Presiden RI berkeliaran menjalankan aktivitasnya.  Logika kita bertanya: apakah Allah akan ridho jika Pak SBY membiarkan orang-orang yang mengaku sebagai utusan Allah berlaku semena-mena melecehkan agama Allah? 

Kita tentu tidak percaya bahwa Pak SBY yang seorang Muslim dan jenderal takut dengan gertakan sang nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad! *

Catatan Akhir Pekan [CAP]  adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com

Selasa, 15 Maret 2011

Perbankan Islam Berada di Jalur Utama Keuangan Dunia




 
Selasa, 15 Maret 2011
Hidayatullah.com--Ketua Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Asbisindo), A Riawan Amin mengatakan bahwa perbankan Islam berada di jalur utama keuangan dunia, meskipun belum banyak digunakan oleh kebanyakan orang.

Hal itu disampaikan A Riawan Amin di London, Selasa (15/3) sehubungan dengan keikutsertaannya dalam acara diskusi roundtable Security Committee Oxford Centre for Islamic Studies (SC-OCIS) yang diadakan di Universitas Oxford, Inggris selama dua akhir pekan.

Dikatakannya, diskusi yang diadakan setiap tahunnya bertujuan membahas isu-isu strategis serta pengamanan ekonomi dan keuangan Islam berdasarkan perkembangan paling mutakhir di seluruh dunia.

Kamis, 27 Januari 2011

Penduduk Muslim Bakal Jadi Mayoritas di Dunia


 
Kamis, 27 Januari 2011
Hidayatullah.com--Jumlah penduduk muslim dunia akan bertambah dua kali lebih cepat dibandingkan penduduk non muslim dalam 20 tahun ke depan, demikian sebuah penelitian yang juga memprediksi bahwa dalam satu generasi mendatang penduduk muslim dunia akan mencapai lebih dari seperempat total populasi dunia, Kamis.

Dengan menggunakan tingkat kelahiran, kematian dan migrasi penduduk, para peneliti pada Pew Forum on Religion and Public Life memproyeksikan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk muslim dunia adalah 1,5 persen per tahun, sementara penduduk non muslim hanya tumbuh 0,7 persen per tahun.

Penelitian bertitel \"The Future of the Global Muslim Population\" ini memproyeksikan bahwa jumlah penduduk msulim pada 2030 akan mengambil 26,4 persen total populasi dunia yang diperkirakan akan mencapai sekitar 8,3 miliar jiwa.

Itu menandakan mengalami peningkatan 3 persen dari penduduk muslim saat ini yang mengambil porsi 23,4 persen dari total penduduk dunia yang sekarang mencapai 6,9 miliar.

Lebih dari enam dari setiap 10 pemeluk agama Islam tinggal di kawasan Asia Pasifik pada 2030, dan Pakistan yang bernuklir, yang beberapa bulan belakangan menjadi tempat bersemainya Islam radikal. Posisi Pakistan nantinya akan menggeser Indonesia sebagai penduduk muslim terbanyak di dunia.

Di Afrika, populasi penduduk muslim di Nigeria yang adaalah negara sub-sahara, akan melampaui jumlah penduduk muslim Mesir pada 20 tahun mendatang, demikian penelitian tersebut.

Di Eropa, Pew memprediksi bahwa jumlah penduduk msulim akan meningkat hampir sepertiga dari jumlah sekarang pada 20 tahun ke depan, dari 44,1 juta orang atau enam persen dari total penduduk Eropa pada 2010, menjadi 58,2 juta orang atau delapan persen dari total penduduk Eropa pada 2030.

Pada 2030 itu, sejumlah negara Uni Eropa akan mengalami naiknya jumlah penduduk muslim hingga mencapai dua digit prosentase dari total penduduk benua itu.

Jumlah penduduk muslim Belgia diproyeksikan meningkat dari enam persen menjadi 10,2 persen dari total penduduknya dalam 20 tahun mendatang, sementara penduduk muslim Prancis diperkirakan mencapai rekor 10,3 persen dari total penduduk pada 2030, atau naik dari porsi sekarang yang 7,5 persen dari total penduduk.

Di Swedia, Pew memprediksi bahwa kaum muslim akan mengambil hampir 10 persen dari total penduduk, padahal sekarang hanya 5 persen.

Penduduk muslim Inggris diprediksi naik dari 4,6 persen menjadi 8,2 persen pada 2030, sedangkan tahun itu juga penduduk muslim Austria akan mencaoai 9,3 persen dari total penduduk, padahal porsi saat ini adalah enam persen.

Russia, yang bukan anggota Uni Eropa, akan terus menjadi negara berpenduduk muslim di Eropa yang pada 2030 akan memiliki penduduk muslim sebanyak 18,6 juta orang atau 14,4 persen dari total penduduk negara terluas dunia itu.

Sementara di Amerika Serikat diproyeksikan akan memliki jumlah penduduk muslim yang lebih banyak di bandingkan negara-negara Eropa di luar Rusia dan Prancis. Namun proporsi penduduk muslim akan lebih kecil dibandingkan yang dimiliki negara-negara Eropa.

Jumlah penduduk muslim AS diperkirakan akan tumbuh dari tingkat sekarang yang kurang dari 1 persen menjadi 1,7 persen pada 2030. Proporsi ini membuat jumlah penduduk muslim akan sebanyak penduduk Yahudi atau penganut gereja Episkopal.

Pada 2030, demikian penelitian tersebut, jumlah penduduk muslim AS akan melonjak dari 2,6 juta jiwa pada 2010, menjadi 6,2 juta pada 2030. * ANT
Rep. CR2
Red. Cholis Akbar

Rabu, 22 Desember 2010

Ciri-ciri istri shalehah

Oleh : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al- Atsariyyah

Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir seorang wanita, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar’i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

Kamis, 02 Desember 2010

Siapa Berani "Meminjam Cermin" Mahmoed Ahmadinejad

Benarkah Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad adalah presiden termiskin di dunia? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Dijawab ya, karena memang dialah presiden di dunia dengan kekayaan sebagai berikut: kekayaan dan propertinya terdiri dari sedan Peugeot 504 tahun 1977 dan sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran!

Kalau dijawab tidak, maka dialah presiden di dunia tempat paling kaya bagi banyak pejabat negara manapun untuk "bercermin" alias introspeksi diri. Banyak masyarakat menginginkan pejabat-pejabat di negaranya untuk berprilaku sebagaimana Ahmadinejad, "meminjam" cermin Ahmadinejad untuk melihat diri mereka. Dan setelah bercemin kepada pribadi presiden tersebut mereka pun lalu hendaknya menjadi pejabat yang sangat sederhana dan "amanah" dalam pengertian kasat mata.

Menyambut Islamic Book Fair (IBF)-2011

Pameran buku Islam terbesar di Indonesia ini akan dilaksanakan pada 4-13 Maret 2011 di Jakarta
Hidayatullah.com--Kaum Muslim akan kembali menikmati ISLAMIC BOOK FAIR 1432/2011, pameran buku terbesar dan terlengkap yang diikuti oleh para penerbit buku Islam, Lembaga Pendidikan Islam, dan Lembaga-lembaga bisnis berbasis Islam, serta Lembaga keuangan syariah. 
 
 
Pameran buku Islam terbesar di Indonesia ini akan dilaksanakan pada 4-13 Maret 2011 di Istora Gelora Bung Karno Senayan Jakarta dengan mengambil tema ”Khazanah Islam untuk Peradaban Bangsa”. [foto by, MUH. ABDUS SYAKUR/hidayatullah.com]

Template by:
Free Blog Templates